Tuesday, 27 July 2010

METATAH (POTONG GIGI) BALI : Membunuh musuh dalam diri manusia


Potong gigi......????? Wuiiiiihhhhh...... Ngeri sekali ya dan nyebayanginnya aja ngilu apalagi ngelaksanaainnya....... Khan ngerusak email gigi tuh???? Dan begitu banyak lagi pertanyaanya di benak kita......

Sejak masih berumur satu hari, setiap orang Bali dipenuhi dengan banyak ritual atau upacara agama dalam hidupnya. Mulai dari upacara saat kelahirannya samapai kematiannya. Salah satunya adalah upacara Metatah/Mesangih.

Upacara Metatah/Mesangih dalam bahasa Bali merupakan upacara keagamaan yang wajib dilakukan oleh pemeluk agama Hindu Bali baik itu laki-laki atau perempuan yang telah beranjak remaja atau telah akil balik untuk menuju satu babak hidup memasuki usia dewasa secara niskala. Upacara Metatah bertujuan membunuh enam musuh dalam diri manusia yang dinggap kurang baik bahkan sering dianggap musuh dalam diri sendiri.
Enam musuh itu yang disebut dengan
Sad Ripu.



Sad Ripu itu meliputi:1. Kama (hawa nafsu yang tidak terkendalikan)
2. Loba (ketamakan, ingin selalu mendapatkan yang lebih.)
3. Krodha (marahyang melampaui batas dan tidak terkendalikan).)
4. Mada (kemabukan yang membawa kegelapan pikiran)
5. Moha (kebingungan/ kurang mampu berkonsentrasi
sehingga akibatnya individu tidak dapat menyelesaikan tugas
dengan sempurna.)
6. Matsarya (iri hati/ dengki yang menyebabkan permusuhan.)
Jadi potong gigi bukan semata-mata untuk mencari keindahan tetapi mempunyai tujuan yang sangat mulia.

KEKUATAN SUPRANATURAL

Bagi keluarga Jro Mangku Wayan Rajin upacara ini sangatlah penting, karena salah satu tugas mereka sebagai orangtua sudah mereka jalani yaitu mendampingi anak-anaknya hingga sampai dewasa.

Prosesi potong gigi hanya merupakan simbolisasi saja. Gigi yang ada bukan dipotong tetapi diratakan dengan menggunakan kikir. Ada 6 gigi atas yang diratakan, termasuk gigi taring, ke 6 gigi inilah yang melambangkan Sad Ripu.

Hanya memakan waktu sekitar 10 – 15 menit untuk melakukan prosesi ini, dan yang melakukannya haruslah seorang yang ahli yang disebut sangging.

Para sangging biasanya orang yang telah di inisiasi menjadi Pinanditayang memang memiliki ketrampilan untuk itu.
Dalam kesempatan kali ini yang melakukan metatah adalah Sangging Alak Ketig, mantra-mantra dilafalkan oleh sangging sebelum melakukan tugasnya supaya upacara berjalan dengan lancar dan semuanya dilakukan di bale keluarga.

Sangging, yang juga memiliki kekuatan supranatural ini lalu mengeluarkan sebuah cincin merah delima dan menuliskan rajahan"Ongkara" pada gigi dan dada. Cincin ini berfungsi sebagai proteksi dari serangan ilmu hitam dari orang yang tak suka pada mereka, dan juga tempat metatah biasanya juga dijaga ketat oleh beberapa orang anggota keluarga dan juga yang memiliki kekuatan supranatural.

Tak jarang pula terdengar kabar orang yang ditatah menjadi sakit, giginya rontok bahkan ada yang sampai meninggal dunia.
Oleh karena itu upacara metatah tak pernah dilakukan hingga sang surya berada di puncak langit.

Mulut putra dari Jro Mangku Wayan Rajin satu persatu sebelum upacara dimulai, bagian mulut mereka diganjal terlebih dahulu dengan potongan dari kayu dadap atau tebu dan kumur-kumur dengan air perasan kunir lalu diakhiri dengan mengigit daun sirih pertanda berakhirnya proses metatah. Air liur yang keluar yang keluar ditampung dalam sebuah kelapa gading dan biasanya dipegang oleh ibu kandung.

Setelah itu merekapun diperciki dengan air suci atau Tirtha Pembersihan/Penyucian oleh Sangging Ala Ketig.

Lalu Gedhe, Kadek dan Komang pun bersembahyang di merajan keluarga, dipimpin oleh seorang pedanda untuk memohon perlindungan dari Sang Hyang Widi Wasa untuk memasuki tahapan baru dalam hidup mereka. Kepada leluhur mereka minta didoakan dan direstui jalan hidupnya yang dilambangkan dengan Kewangen.

Prosesi ini memang membutuhkan biaya yang sangat mahal, karena prosesinya membutuhkan beberapa kelengkapan sesajen dan juga banyak keluarga yang hadir, apalagi saat ini kelurga Jro Mangku Wayan Rajin melaksanakan bertepatan dengan prosesi pernikahan putranya yang kedua maka memerlukan biaya yang sangat besar.

Mahalnya biaya membuat orang Bali lebih memilih ritual Metatah ini dilakukan berkelompok untuk menghemat coast.

Setelah semuanya selesai maka Kadek dan Dayu Okta harus bersiap-siap di dandani atau di rias untuk melaksanakan upacara Pawiwahan dan kemudian berdoa ke pura leluhur mereka.

Memang orang Bali selalu mengingat akan Budaya asal mereka dan tidak pernah meninggalkannya sesuai dengan falsafah mereka:

"....Ngerajenga Agama Budaya Adat Istiadat Jagat Lan Sedaging Jagat Rauhin Kepungkur Wekas..."

yang artinya Masyarakat Bali senantiasa menjaga keajegan/kerukunan agama, adat istiadat bangsa dan negara dari dulu, kini dan yang akan datang.

0 comments:

Post a Comment